Sabtu, 06 Oktober 2012


TAX  PLANNING  DAN LEGALITASNYA

M. Syafii[1] dan Riniadi Saswati[2]

Abstrak

Membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara, dalam rangka partisipasi dalam pembangunan bangsa melalui ketaatan dalam membayar. Tetapi di sisi yang lain sebagai warga negara (wajib pajak) akan merasa kehilangan sebagian “kekayaannya”. Sehingga bagaimana wajib pajak tetap taat dalam melaksanakan kewajiban perpajakan  tetapi dengan beban pajak yang minimal. Tax Planning merupakan sarana yang memungkinkan bagi wajib pajak untuk merencanakan pembayaran pajak yang minimal. Tax planning berarti merencanakan setiap kejadian transaksi dan didukung dengan kebijakan akuntansinya sehingga beban pajak dapat diminimalkan, tetapi dengan tidak melanggar peraturan perpajakan.

Kata Kunci: tax planing, legalitas.

Abstract

Paying taxes is the duty of every citizen, within the framework of participation in nation building through obedience in paying. But on the other as citizens (taxpayers) will miss some of the "wealth". So how taxpayers remain obedient in carrying out tax obligations but with the tax burden minimal.Tax Planning is a tool that allows a taxpayer to a minimum tax payment plan. Tax planning means planning each event and the transaction is supported by its accounting policies so that the tax burden can be minimized, but without violating the tax laws.
Keywords: tax planing, legality.

Pendahuluan
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan dalam APBN yang penting bagi negara yang digunakan untuk membiayai pengeluarannya, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Sedangkan bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih.[3] Hal ini bertentangan dengan tujuan utama yang ingin dicapai manajemen untuk memberikan keuntungan yang maksimal kepada pemilik.
Pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakan terdapat perbedaan kepentingan antara wajib pajak dengan fiskus. Perbedaan kepentingan ini menyebabkan wajib pajak cenderung untuk melakukan tax planning. Tax planning merupakan bentuk perlawanan pajak yang bersifat aktif tetapi masih dalam bingkai peraturan perpajakan.  Upaya minimalisasi pajak secara eufinisme sering disebut dengan perencanaan pajak (tax planning) adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar (tidak melanggar undang-undang) tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan.[4] Namun perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya secara optimal.[5]
Dengan melakukan perencanaan pajak (tax planning), perusahaan akan dapat melakukan perencanaan kegiatan operasional perusahaan dan pengambilan keputusan untuk mencapai laba maksimum dan peningkatan kinerja perusahaan untuk tetap eksis dan menjadi perusahaan yang bijak dan taat pajak serta dapat meng-update peraturan perpajakan yang terbaru dan berlaku.
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat ditarik suatu rumusan masalah sebagai berikut, yaitu bagaimana ruang lingkup tax planning serta legalitasnya.
Analisis Hukum
Pengurangan yang dibolehkan sebagai pengurang Penghasilan Bruto
Pasal 6 Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, disebutkan sebagai berikut:[6]
a.       biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha;
b.      penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaatlebih dari 1 (satu) tahun;
c.       iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan;
d.      kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan;
e.  kerugian selisih kurs mata uang asing;
f.    biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia;
g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
h.   piutang yang nyatanyata tidak dapat ditagih dengan syarat:
j.  sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
k.   biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
l.    sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bebanbeban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan, yaitu beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun. Beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan sedangkan pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi. Di samping itu, apabila dalam suatu tahun Pajak didapat kerugian karena penjualan harta atau karena selisih kurs, kerugiankerugian tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Sanksi Administrasi dan Tindak Pidana Perpajakan
Dalam Pasal 38 Undang undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, setiap orang yang karena kealpaannya:[7]
a.  tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b.   menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang  tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.

Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sepanjang menyangkut tindakan administrasi perpajakan, dikenai sanksi administrasi dengan menerbitkan surat ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak, sedangkan yang menyangkut tindak pidana di bidang perpajakan dikenai sanksi pidana.
Dalam Pasal 39 Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, Pasal 39 sebagai berikut:[8]
(1) Setiap orang yang dengan sengaja:
a.   tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan /atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e.   menolak untuk dilakukan pemeriksa-an sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f.    memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolaholah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g.   tidak menyeleng-garakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h.   tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
i.    tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau Dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Pidana sebagaimana di-
maksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
(3)  Setiap orang yang mela-
kukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan.

Perlawanan Pajak  
Menurut R. Santoso Brotodihardjo[9], perlawanan pajak dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1) perlawanan pasif terdiri dari hambatan hambatan yang mempersulit proses pemungutan pajak dan yang erat hubungannya dengan struktur ekonomi, suatu Negara, dengan perkembangan intelektual, dan dengan teknik pemungutan pajak itu sendiri, sedangkan 2) perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap fiskus dan bertujuan menghindari pajak, perlawanan pasif juga terdapat ditafsirkan dari kegagalan dalam  system control yang tidak dapat dilakukan dengan efektif atau bahkan tidak dapat dijalankan.[10]
Perlawanan aktif dapat dibedakan dengan-cara cara sebagai berikut:
1.      Menghindari pajak[11].
Penghindaran pajak dapat dilakukan dengan tidak melakukan perbuatan yang memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau melakukan hal hal yang dapat dikenakan pajak.
2.      Mengelakan pajak[12].
Pengelakan pajak adalah perbuatan melanggar hukum yang dengan sengaja melepaskan diri dari kewajiban pajak, dengan cara tidak jujur.
Pengertian Tax Planning
Tax planning adalah tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya.[13]
Dalam rangka melaksanakan tax planing yang tidak melanggar undang undang perpajakan yang berlaku paling tidak lima persyaratan pokok yaitu: Pertama, mengerti peraturan perpajakan atau peraturan lainya yang terkait, akan sangat sulit sekali untuk dapat melakukan tax plaing yang tidak melanggar aturan  bila tax plaing dirancang tidak dalam kolidor undang undang perpajakan yang berlaku.[14]
Kedua, menentukan tujuan yang ingin di capai dalam tax planing, dalam hal menghindari dari tindakan yang melanggar undang undang sudah tentu tidak dapat melakukan tax planing untuk menghindari kewajiban perpajakan.[15] Menurut Suandy,[16] tax planing paling tidak memiliki dua tujuan utama yaitu (1) menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan (2) dalam efisiensi untuk memcapai laba yang diharapkan.
Ketiga, dalam tax planing harus dipahami karakter dari usaha WP, karena hampir setiap perusahaan memiliki perbedaan perbedaan dalam kebijan maupun perilaku (behavior), dan kebiasaannya. Dengan memahami secara mendalam seluk beluk usaha akan sangat membantu dalam melaksanakan tax planing.[17]
Keempat, memahami tingkat kewajaran atas transaksi transaksi yang diatur dalam tax planing, karena jika melaksanakan tax planing dengan mengabaikan kewajaran sudah tentu akan menimbulkan kesulitan kesulitan karena adanya kecurigaan fiskus, dan ini dapat berimplikasi dengan pemeriksaan, karena bisa diindikasikan adanya kecurangan pajak.[18]
Kelima, tax planning harus didukung oleh kebijakan akuntansi (accounting treatmen) dan didukung dengan bukti bukti yang memadai.[19]
Strategi Perencanaan Pajak (Tax Planing) Grey Area Perpajakan
Grey area perpajakan adalah sebuah keadaan, transaksi atau kejadian yang dicurigai berat terekspos oleh aturan perpajakan, akan tetapi tidak ada aturan pajak yang berlaku sekarang yang bisa diterapkan terhadap hal tersebut.
Faktor grey area perpajakan yang terjadi dalam setiap kondisi dapat dipakai dalam tax planing, untuk menghasilkan beban pajak penghasilan yang efisien, dengan cara:
1.      Usahakan penghasilan tersebut tidak termasuk pengertian penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilan atau penghasilan yang kena pajak diganti dengan penghasilan yang tidak kena pajak atau pengenaan pajaknya ditangguhkan.
2.      Tinggkatkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan atau biaya tertentu yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dikurangi dan dialihkan ke biaya-biaya yang dapat dikurangkan.
3.      Perpanjang jangka waktu pengenaan pajak atas penghasilan atau perpendek jangka waktu biaya-biaya yang dapat dikurangkan.
4.      Pertimbangkan antara naiknya penghasilan dengan beban pajak yang meningkat, atau naiknya biaya tertentu dengan berkurangnya beban pajak, dan hasil akhir (neto) harus memperbesar laba setelah pajak penghasilan.
Prinsip Taxable Dan Deductable
Prinsip taxable dan deductable merupakan prinsip yang lazim dipakai dalam perencanaan pajak, yang pada umunya mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan dan sebaliknya mengubah penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi penghasilan yang bukan objek pajak, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat pengubahan tersebut.
Sebagai ilustrasi pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan kepada para pegawai, berdasarkan pasal 4 ayat (3) huruf d undang-undang Pajak  Penghasilan, penghasilan yang bukan merupakan objek pajak bagi karyawan, sehingga tidak dipajaki atas penghasilan tersebut. Sebaliknya dari sudut pandang perusahaan yang mengeluarkan biaya tersebut, secara komersial merupakan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan, tetapi berdasarkan pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Pajak Penghasilan merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan.
Apabila pemberian dalam bentuk natura dan kenikmatan, seperti dokter dan obat misalnya, diubah menjadi tunjangan kesehatan, maka berdasarkan pasal 4 ayat (1) huruf a Undang-undang Pajak Penghasilan, tunjangan kesehatan yang diberikan dalam dalam bentuk uang tesebut merupakan penghasilan yang akan dipajaki dan dilain pihak berdasarkan pasal 6 ayat (1) huruf a biaya tunjangan tesebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
Memaksimalkan Pengurangan
Memaksimalkan pengu-rangan (maximizing deduction), ialah pengalihan pemberian dalam bentuk natura  (fringe benefit atau payment in kid) ke bentuk tunjangan-tunjangan yang dapat dikurangkan sebagai biaya sesuai prinsip dapat dipajaki (taxable) dan dapat dikurangkan (deductable) yang dianut ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Pengelolaan Transaksi Yang Berkaitan Dengan Pemberian Kesejahteraan Karyawan
Peluang melakukan efisiensi PPh Badan sangat banyak yang dapat dilakukan pada biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan. Strategi efisiensi PPh Badan yang berkaitan dengan biaya kesejahteraan karyawan ini, sangat tergantung dari kondisi perusahaan, sebagai berikut:
1.       Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak (tax income) yang telah dikenakan tarif tertinggi (di atas Rp 100 juta) dan pengenaan PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan (fringe benefit) karena pengeluaran ini tidak dapat dibebankan sebagai biaya.
2.       Bagi perusahaan yang masih rugi, pemberian natura dan kenikmatan akan menurunkan PPh Pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil.
Kesejahteraan karyawan yang dapat direkayasa terdiri dari:
a.  PPh Pasal 21 karyawan, dengan alternatif :
1.      PPh ditanggung karyawan yang bersangkutan.
Alternatif ini pemberi kerja hanya sebagai pemotong pajak saja, jadi tidak berpengaruh terhadap penghasilan perusahaan.
2.      Tunjangan PPh.
Alternatif  kedua ini bersifat taxable bagi karyawan dan deductible bagi pemberi kerja.
3.      PPh ditanggung oleh perusahaan.
Alternatif yang ketiga ini merupakan kenikmatan bagi karyawan dan bersifat non deductible biaya bagi pemberi kerja.
b.      Pengobatan/kesehatan karyawan, dengan alternatif:
1.      perusahaan mendirikan klinik sendiri atau bekerja sama dengan pihak rumah sakit tertentu.
2.      karyawan diberi tunjangan kesehatan secara rutin baik sakit maupun tidak.
c.       Pembayaran premi asuransi untuk pegawai, dengan alternatif:
1.      Premi ditanggung perusahaan.
2.      Premi ditanggung oleh karyawan yang bersangkutan.
3.      Premi sebagian ditanggung karyawan sebagian ditanggung oleh perusahaan.
d.      Rumah dinas karyawan, dengan alternatif:
1.      Perusahaan menyediakan rumah dinas.
2.      Perusahaan memberikan tunjangan perumahan.
e.       Transportasi untuk karyawan, dengan alternatif:
1.      Perusahaan menyediakan mobil dinas.
2.      Perusahaan memberikan tunjangan transportasi.
f.       Pakaian kerja karyawan, dengan alternatif:
1.      Pekaian kerja sehubungan dengan lingkungan kinerja, misalnya satpam, seragam pegawai hotel, pilot dan lain-lain.
2.      seragam karyawan pada umumnya. 
g.   Makan, dengan alternatif:
1.   Perusahaan memberikan beras atau menyediakan katering untuk karyawan.
3.      Tunjangan beras atau uang makan.
g.      Bonus dan jasa produksi, dengan alternatif:
1.      dibebankan dalam tahun berjalan.
2.      dibebankan pada laba yang ditahan.
Pemilihan Metode Penyusutan
Penyusutan Aktiva tetap dan amortisasi aktiva tidak berwujud yang diakui oleh fiskus sejak tahun 1995 terdiri (dua) metode yaitu metode garis lurus, dan metode saldo menurun.
Transaksi yang Berkaitan dengan Pemungut Pajak
Selain sebagai pembayar pajak perusahaan juga sebagai pemotong pajak tehadap pihak ketiga (witholding tax). Masalah yang seringkali timbul adalah pihak yang bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong witholding tax (misalnya PPh 23, atas jasa konsultan), maka perusahaan akan menanggung akibatnya jika dilakukan pemeriksaan oleh fiskus karena perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar witholding tax dimaksud ditambah denda bunga atas keterlambatan penyetoran sebasar 2% sebulan dari pokok pajak.
Untuk mengatasi, perusahaan sebaiknya me-mark up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak, karena jika perusahaan hanya membayar PPh Pasal 23 tersebut, maka PPh yang dibayar oleh perusahaan itdak dapat dibebankan sebagai biaya.
Permohonan Pengurangan Pembayaran (Lump Sum) PPh Ps. 25
Besarnya pembayaran PPh Pasal 25 tergantung dari besarnya PPh terutang tahun lalu. Pengajuan pengurangan pembayaran lump-sum (angsuran masa) PPh Pasal 25 disampaikan ke KPP yang bersangkutan dengan melampirkan:
a.       Proyeksi perhitungan laba/rugi tahun yang bersangkutan;
b.      Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan.
Proyeksi besarnya PPh badan yang terutang, yang ternyata akan terjadi kelebihan pembayaran pajak, apabila besarnya lump-sum tidak dikurangi.
Kesimpulan
Tax planning dapat dikatagorikan sebagai bentuk perlawanan pajak yang bersifat aktif dengan cara menghidarkan diri secara yuridis, dengan cara setiap tindakan manajer didasarkan atas suatu metode, rencana, atau logika tertentu dan bukan atas dasar suatu firasat, perencanaan memberikan tujuan dan arah kepada organisasi menentukan apa yang akan dikerjakan kapan akan dikerjakan, bagaimana menjalankannya dan siapa yang akan mengerjakannya.
Banyak cara memperkecil beban pajak dengan cara menghindari pajak (tax evasion). Namun hal ini melangar undang undang sehingga tidak dianjurkan dalam pelaksanaan tax planing. Tax planing adalah meminimalkan beban pajak yang dapat dilakukan dengan memaksimalkan pengurangan-pengurangan dan mengefisiensikan pendapatan yang masih ada dalam bingkai peraturan perpajakan. Pada dasarnya tax planing merujuk kepada proses merekayasa usaha dan transaksi Wajib Pajak supaya beban pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi tidak melanggar peraturan perpajakan.

Daftar Bacaan

Buku

Brotodihardjo, R. Santoso, 1995, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung.

Lumbantoruan, Sophar, 1996, Akuntansi Pajak, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta.

Suandy, Erly, 2003, Perencanaan Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta.

Zain, Mohammad, 2003, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang ketentuan umum perpajakan sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana yang telah diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009.
Keputusan Direktorat Jenderal Pajak Nomor Kep-545/PJ/2000 tentang petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang pribadi, tanggal 29 Desember 2000.

Jurnal

Nur Hidayat, 2003, Menelusuri Tax Planning Dalam Kerangka Undang-Undang, Jurnal Perpajakan, Volume 2, Salemba Empat, Jakarta.















[1] Dosen Tetap Fakultas Ekonomi Univ. Bhayangkara Surabaya
[2]Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Surabaya
[3]Erly Suandy, Perencanaan Pajak, Edisi Revisi, Salemba Empat, Jakarta, 2003, h, 2.

[4]Sophar Lumbantoruan, Akuntansi Pajak, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1996, h. 354.
[5] Erly Suandy, loc.cit.
[6]Undang-undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
[7]Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan.
[8]Ibid.
[9]R. Santoso Brotodihardjo, Pengantar Ilmu Hukum Pajak, Eresco, Bandung, 1995, h. 13.  

[10] Ibid, h. 14.
[11] Ibid, h. 15.
[12] Ibid, h. 17.
[13]Mohammad Zain, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat, Jakarta, 2003, h. 67.


[14] Suandy Erly, op.cit, h. 10.
[15]Nur Hidayat, Menelusuri Tax Planning Dalam Kerangka Undang-Undang, Jurnal Perpajakan, Volume 2, Salemba Empat, Jakarta, 2003, h. 4.
[16] Erly Suandy, op.cit, h. 7.
[17] Nur Hidayat, op.cit., h. 5.
[18] Ibid.
[19] Ibid.

1 komentar

  1. Thank you for your so good post,it is useful,i love it very much.please share with us more good articles.
    tax return service in barking

    BalasHapus

© Blog Mr. Joe
Maira Gall