Jumat, 07 November 2014
Soal UTS MK. Pengantar Ilmu Hukum (Kelas Pagi & Sore FISIP Univ. Bhayangkara)
Arti Penting Norma dalam Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara
oleh
irmawan hadi saputra
Aturan dalam masyarakat memiliki arti penting bagi terciptanya
ketertiban dan keharmonisan masyarakat. Norma dalam masyarakat terbentuk
karena ada berbagai perbedaan individu. Sebagai mahluk individu,
manusia memiliki kepribadian, kepentingan, keinginan, tujuan hidup yang
berbeda satu dengan yang lain. Agar segala perbedaan tersebut tidak
menimbulkan perpecahan, ketidaktertiban dalam masyarakat, maka dibuatlah
peraturan atau norma. Fungsi aturan dalam masyarakat antara lain:
- Pedoman dalam bertingkah laku. Norma memuat aturan tingkah laku masyarakat dalam pergaulan sosial.
- Menjaga kerukunan anggota masyarakat. Norma mengatur agar perbedaan dalam masyarakat tidak menimbulkan kekacuan atau ketidaktertiban.
- Sistem pengendalian sosial. Tingkah laku anggota masyarakat diawasi dan dikendalikan oleh aturan yang berlaku.
Bermain merupakan interaksi sosial seorang anak. |
Dalam kehidupan sosial, pastilah ada norma yang mengatur kehidupan
tersebut. Sebagai makhluk sosial, manusia lahir, berkembang, dan
meninggal dunia dalam masyarakat. Setiap individu berinteraksi dengan
individu atau kelompok lainnya. Interaksi yang dilakukan manusia
senantiasa didasari oleh aturan, adat, atau norma yang berlaku dalam
masyarakat.
Dalam hidup bernegara diatur dengan norma hukum yang berbeda dengan norma-norma lainya. Persamaannya adalah norma-norma tersebut mengatur tata tertib dalam masyarakat, sedangkan perbedaannya terletak pada sanksinya. Dalam kehidupan bernegara, norma hukum memiliki peranan yang lebih besar karena mengikat dan memaksa seluruh warga negara dan para penyelenggara negara.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Apa yang dimaksud dengan negara hukum? Pelajari beberapa pendapat berikut.
Dalam hidup bernegara diatur dengan norma hukum yang berbeda dengan norma-norma lainya. Persamaannya adalah norma-norma tersebut mengatur tata tertib dalam masyarakat, sedangkan perbedaannya terletak pada sanksinya. Dalam kehidupan bernegara, norma hukum memiliki peranan yang lebih besar karena mengikat dan memaksa seluruh warga negara dan para penyelenggara negara.
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Apa yang dimaksud dengan negara hukum? Pelajari beberapa pendapat berikut.
- Negara hukum adalah negara yang mendasarkan segala sesuatu, baik tindakan maupun pembentukan lembaga negara pada hukum tertulis atau tidak tertulis.
- Menurut A.V. Dicey, negara hukum mengandung tiga unsur berikut ini.
- Supremacy of law. Dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan sehingga seseorang warga boleh dihukum jika melanggar hukum.
- Equality before of law. Setiap orang sama di depan hukum tanpa melihat status dan kedudukannya, baik bagi rakyat maupun pejabat.
- Human rights. Diakui dan dijaminnya hak-hak asasi manusia dalam undang-undang atau keputusan pengadilan.
- Pasal 1 ayat (3) tentang Indonesia sebagai negara hukum.
- Pasal 27 ayat (1) tentang prinsip equality before of law dan pasal lain yang disertai dengan kata undang-undang, seperti Pasal 1 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (1).
Hukum memiliki sifat memaksa dan mengatur. Oleh karena itu, norma hukum lebih ditaati oleh masyarakat daripada norma lainnya. Hukum dapat memaksa seseorang untuk menaati tata tertib yang berlaku di dalam masyarakat dan terhadap orang yang tidak mentaatinya diberikan sanksi yang tegas. Suatu ketentuan hukum mempunyai tugas untuk:
- menjamin kepastian hukum bagi setiap orang di dalam masyarakat.
- menjamin ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan, kemakmuran, kebahagiaan, dan kebenaran; serta.
- menjaga agar tidak terjadi perbuatan main hakim sendiri dalam kehidupan masyarakat.
Senin, 03 November 2014
Soal UTS Hukum Humaniter International (Kelas E & F FH. Ubhara)
Ancaman Perang Besar Bayangi Ukraina dan Rusia
Sebanyak 2.593 orang tewas dalam konflik di timur Ukraina
Rabu, 3 September 2014, 02:44
Ni Kumara Santi Dewi
(REUTERS/Yannis Behrakis)
VIVAnews - Hubungan
Rusia-Ukraina memanas, bahkan disebut sudah berada di pinggir jurang
peperangan besar. Ukraina berang dan menuduh Rusia ada di balik
kekuatan pemberontak yang ingin mereka tumpas.
Ancaman perang besar itu bermula saat situasi di timur Ukraina
memburuk, setelah dikuasai oleh kelompok separatis sejak April lalu. Sejak saat itu, demikian dilaporkan BBC edisi Agustus 2014, kelompok separatis Ukraina telah menguasai hampir sebagian besar kota Luhansk.
Namun, kelompok pemberontak memang belum berhasil menguasai Bandara
Internasional Luhansk. Bandara inilah yang kemudian menjadi salah satu
obyek yang diperebutkan kedua kubu dalam perang sejak akhir pekan lalu.
"Di Luhansk, pasukan Ukraina menerima sebuah perintah dan menarik diri dari bandara," ungkap juru bicara militer Ukraina, Andriy Lysenko, dan dikutip harian Telegraph.
Ukraina tak asal menuduh. Keterlibatan tank-tank Rusia dibuktikan
dari potongan rekaman gambar yang disiarkan oleh stasiun televisi
Pemerintah Negeri Beruang Merah itu. Di dalamnya menunjukkan tank-tank
menembakkan peluru agar bisa mengambil alih bangunan bandara yang sudah
rusak akibat perang minggu-minggu sebelumnya.
Koresponden stasiun berita Al Jazeera, Paul Brennan,
melaporkan fungsi Bandara Internasional Luhansk penting dan strategis.
"Kini, peralatan militer bisa dengan mudah dipasok melalui udara," ujar
Brennan.
Mengetahui kondisi ini, Menteri Pertahanan Ukraina Valeriy Geletey
lalu menebar--entah prediksi atau ancaman--mengenai sebuah perang besar
yang pecah antara militer negaranya melawan Rusia.
"Sebuah perang yang besar telah berada di dekat kita. Sebuah perang
yang belum pernah disaksikan sejak Perang Dunia II. Sayang, kerugian
akibat perang itu, dapat menyebabkan 10 ribu nyawa melayang," tulis
Geletey di akun jejaring sosial Facebook.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko pun kian yakin dengan
keterlibatan pasukan Rusia dalam perang antara militer Ukraina dengan
kelompok separatis tersebut. Ditemui ketika tengah berbicara di hadapan
akademi militer di ibu kota Kiev, dia menilai keterlibatan Rusia itu
justru menyebabkan kemunduran dalam proses perundingan damai.
"Agresi langsung dan terbuka telah dilakukan menuju ke Ukraina. Ini
telah mengubah situasi di zona konflik dengan jalan yang radikal," kata
Poroshenko.
Namun, Rusia membantah. Daripada saling mengalahkan, kata Menteri
Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, lebih baik solusi gencatan senjata di
antara militer Ukraina dan kelompok separatis segera disepakati.
Dia mengandalkan pertemuan yang berlangsung kemarin di Minsk,
Belarusia. Pertemuan yang disebut Kelompok Kontak itu dihadiri oleh
perwakilan kelompok separatis, militer Ukraina, dan Organisasi untuk
Keamanan dan Kerja sama di Eropa (OSCE).
BBC melansir perwakilan kelompok pemberontak mengatakan
kepada media Rusia bahwa mereka menginginkan status khusus untuk di area
yang berada di bawah kekuasaannya. Dengan adanya status khusus itu,
mereka bisa mempertimbangkan perlunya untuk memperdalam integrasi
ekonomi dengan Rusia.
Menurut koresponden BBC, tuntutan itu bisa memecah belah
Ukraina secara de facto. Sebab, Pemerintah Ukraina justru tengah
mengincar untuk bisa menjalin kerja sama dengan organisasi Uni Eropa.
NATO siaga
Melihat ancaman yang begitu tinggi di Ukraina, Organisasi Aliansi
Atlantik (NATO) siap mengerahkan 4.000 pasukan dalam dua hari ke depan,
jika Rusia kembali ikut campur ke teritori Ukraina. Pasukan itu terdiri
dari pasukan khusus udara, laut, dan intelijen. Mereka akan dikerahkan
bersama dengan pasukan negara tuan rumah menghadapi ancaman di luar.
Harian Inggris, The Independent edisi Senin 1 September
2014,mmelaporkan pasokan peralatan militer akan disimpan di markas di
timur Eropa. Namun, rencana ini baru resmi diumumkan ketika digelar
pertemuan tingkat tinggi NATO di Wales, Inggris pada Kamis, 4 September
2014.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen dalam pernyataan
resminya memang tidak menyebut Rusia sebagai ancaman dan alasan
dibentuknya satuan khusus yang diberi nama "pasukan tanggap dan cepat"
itu. Rasmussen mengatakan, pasukan khusus itu bisa dikerahkan ke negara
mana pun di seluruh dunia.
"Ini adalah waktu di mana beberapa krisis terjadi di depan mata. Di
bagian timur, Rusia secara terang-terangan ikut campur di teritori
Ukraina. Sementara, di selatan, kita melihat adanya negara-negara yang
rapuh dan meningkatnya ekstrimisme serta perselisihan ekstrimisme," kata
Rasmussen.
Dia menambahkan, pasukan NATO ini bisa melancarkan serangan ringan
hingga berat jika diperlukan. "Itu juga berarti, kehadiran NATO akan
lebih nyata di bagian timur selama yang dibutuhkan. Bukan karena NATO
ingin menyerang siapa pun, tetapi karena bahaya dan ancaman di sana
terlihat lebih nyata. Kami akan melakukan apa pun yang diperlukan demi
mempertahankan sekutu kami," imbuh Rasmussen.
Sesuai dengan Rencana Aksi Tanggap yang akan diumumkan pada Kamis
mendatang, pasukan tersebut akan bermarkas di beberapa negara, yakni
Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, dan Rumania.
Namun, Kremlin melihat pembentukan pasukan khusus itu sebagai
langkah provokatif. Terlebih, berdasarkan aturan bernama "Founding Act
on Mutual Relations, Cooperation and Security" tahun 1997, pembentukan
pasukan itu dianggap sebagai pelanggaran. Aturan itu merupakan sebuah
panduan bagi kerja sama NATO-Rusia di masa depan.
Saat ditandatangani pada 27 Mei 1997 di Paris, kedua pihak berjanji
tidak melihat satu sama lain sebagai musuh. NATO saat itu berjanji
kepada Pemerintahan mantan Presiden Boris Yeltsin tidak akan memiliki
pasukan permanen seperti yang tertuang dalam Pakta Warsawa.
Namun, mereka membantah pembentukan pasukan itu dianggap melanggar
pakta yang ada. NATO berdalih, pasukan itu akan tetap disiagakan sesuai
dengan kebutuhan. Menurut seorang pejabat senior yang dikutip harian The Independent, pembentukan pasukan khusus itu telah melalui pertimbangan matang.
"Kami telah mempertimbangkan berbagai masukan hukum dan keputusan
ini tidak melanggar aturan itu. Tidak akan ada pasukan permanen di
markas. Contoh lainnya, tidak akan pasukan yang ditugaskan dengan
membawa serta keluarga mereka," ujar pejabat tadi.
Berlebihan
Pernyataan Menteri Pertahanan Ukraina sudah didengar oleh Rusia.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengaku terkejut dengan status Geletey di
media sosial.
Dilansir dari kantor berita RIA Novosti, perwakilan
Kemenlu Rusia justru menganggap pernyataan Geletey berlebihan. Dengan
berkata demikian, Geletey dinilai justru melibatkan warga Ukraina ke
dalam perang sipil.
"Moskow tentu saja telah mengetahui pernyataan yang dibuat oleh
Menhan Ukraina Valeriy Geletey, yang mengklaim operasi untuk membebaskan
Ukraina Timur dari teroris telah berakhir. Lalu, dia mengumumkan awal
perang patriotik besar yang akan mengakibatkan puluhan ribu orang tewas.
Pernyataan Menhan ini butuh studi yang cermat, walaupun tidak perlu
melibatkan ahli militer," tulis Kemenlu Rusia.
Sementara, Presiden Vladimir Putin mengingatkan negara-negara barat
agar ikut meminta pertanggungjawaban militer Ukraina. Sebab, militer
Ukraina lah yang malah menembakkan peluru ke arah warga sipil secara
membabi buta.
"Kelompok separatis telah terprovokasi dengan kehadiran pasukan
Ukraina yang berada di sekitar kota-kota besar. Mereka menembakkan
peluru ke arah pemukiman warga. Justru hal ini yang sayangnya, di banyak
negara, termasuk Eropa, mereka memilih untuk tidak membahasnya," ujar
Putin dalam kunjungannya ke bagian timur Rusia.
Sanksi baru
Melihat Rusia yang masih terus ikut campur dalam teritori Ukraina,
para pemimpin negara anggota Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi
baru kepada Rusia. Kesepakatan ini diambil dalam pertemuan para
pemimpin negara anggota UE pada akhir pekan lalu.
Di tengah-tengah penunjukkan Presiden Dewan UE yang baru, mereka
sepakat untuk memberikan waktu selama satu pekan bagi Rusia agar mundur
dari krisis di Ukraina. Jika tidak, maka sanksi baru akan segera
dijatuhkan UE.
"Dewan Eropa mengatakan siap untuk mengambil langkah penting sesuai
dengan perkembangan situasi di lapangan," ungkap mantan Presiden Dewan
UE Herman Van Rompuy.
Menurut anggota negara UE, sanksi ini dijatuhkan karena menurut
laporan NATO pada Kamis pekan lalu yang menyebut Rusia telah mengirimkan
1.000 pasukan ke timur Ukraina. Pasukan itu dikirim untuk membantu
kelompok separatis melawan militer Ukraina. Selain itu, NATO memiliki
bukti selain pasukan, Rusia turut mengirimkan sistem pertahanan udara,
tank, artileri, dan kendaraan lapis baja.
Menurut laporan Deutsche Welle dari dokumen yang beredar
di pertemuan UE pekan lalu, sanksi yang diberikan kepada Rusia masih
terbatas di bidang ekonomi. Sebelumnya, sebanyak 90 orang Rusia yang
terkait krisis Ukraina telah dibekukan aset dan dikenai larangan
berkunjung. Kebijakan serupa, tulis DW, akan berlaku bagi orang-orang yang terkait 90 individu nama tadi.
Sementara Pemerintah Australia pada Senin kemarin telah menjatuhkan sanksi bagi Rusia. Dilansir dari laman Russia Today, Perdana Menteri Tony Abbott menyasar larangan kerjasama di bidang migas, keuangan, dan pertahanan.
Artinya, setelah sanksi itu dijatuhkan, Abbott menyebut tidak akan
ada lagi ekspor senjata dan produk migas ke Rusia. Selain itu, bank
milik Pemerintah Rusia tidak akan diizinkan memiliki akses ke pasar
modal Australia. Tidak ada pula perdagangan dan investasi di Crimea.
Sanksi dari Australia ini, kata Abbott, akan berlaku secara efektif
terhadap 63 warga Rusia dan Ukraina dan 21 organisasi dan perusahaan.
Artinya, total sudah ada 113 individu dan 32 entitas yang dibidik oleh
Pemerintah Negeri Kanguru.
Menanggapi sanksi tersebut, Putin mengatakan pada akhirnya,
negara-negara barat yang memberlakukan kebijakan itulah yang akan rugi
besar.
"Saya berharap akal sehat lah yang lebih diutamakan dan kami akan
bekerja secara normal dengan gaya modern. Dengan tidak memberlakukan
sanksi apa pun, baik kami atau rekan kami tidak akan mengalami kerugian
apa pun," ungkap Putin.
Dengan sanksi ini, Amerika Serikat dan UE membuat Rusia terpaksa
mengganti fokus kerja samanya ke negara-negara timur. Salah satunya
China.
Wakil Perdana Menteri China Zhang Gaoli secara terang-terangan
menolak untuk memberlakukan sanksi bagi Rusia. Dalam pertemuan dengan
Putin pada Senin lalu, Zhang bahkan mengaku siap mengompensasikan apapun
yang tidak diperoleh Rusia akibat sanksi tersebut.
Nyawa sipil
Dalam konflik militer ini, tidak ada yang paling menderita
dibandingkan warga sipil. Data dari Komisi Tinggi PBB mengenai Hak Asasi
Manusia (HAM) yang dikutip laman Russia Today, setidaknya ada 2.593 orang yang telah terbunuh dalam peperangan hingga pertengahan April lalu.
"Angka korban jiwa mendekati 3.000 jiwa jika kami juga memasukkan
298 korban tewas pesawat Malaysia Airlines MH17 yang jatuh," ungkap
Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk HAM, Ivan Simonovic.
Untuk mencegah lebih banyak jatuhnya korban jiwa, Komisioner Tinggi
PBB untuk HAM lainnya, Navi Pillay menyerukan agar kedua belah pihak
meletakkan senjata.
"Ada kebutuhan mendesak untuk mengakhiri peperangan dan tindak
kekerasan di bagian timur, sebelum lebih banyak korban jiwa yang
berisiko atau terpaksa mengungsi atau harus menghadapi peristiwa sulit
di dalam zona konflik," ungkap Pillay.
Dia juga menyerukan pasukan militer yang tengah bertempur di timur
Ukraina sebaiknya tidak menyasar warga sipil. Sebab, di lokasi tempat
mereka berperang ada pemukiman padat penduduk.
Menurut laporan, separuh dari penduduk di kota Luhansk dan Donetsk,
telah mengungsi. Namun, proses evakuasi bukan perkara mudah. Karena
tidak semua warga yang ingin mengungsi bisa melakukannya. Beberapa,
bahkan tewas ketika berupaya kabur dari lokasi peperangan.
"Seharusnya, koridor aman dibangun oleh pasukan Ukraina untuk
memungkinkan penduduk mengungsi dari kota-kota yang masih dijadikan
lokasi perang. Sementara, laporan yang selama ini diterima, warga sipil
yang menggunakan koridor tersebut malah ikut terbunuh atau terluka,"
kata perwakilan kantor PBB.
BBC melaporkan, sulit untuk mendeteksi jumlah pasti
korban, Banyak warga yang tewas, dimakamkan secara tidak layak. Mereka
turut melansir sebanyak 155.800 telah kabur ke beberapa kota di Ukraina.
Sebanyak 188 ribu mengungsi ke Rusia. (ita)
Pertanyaan:
1. Telusuri konflik Rusia dan Ukraina kemudian tuliskan resumenya?
2. Apa yang ada pahami tentang konflik Rusia dan Ukraina dalam perspektif Hukum Humaniter?
3. Hukum Humaniter, Hukum Konflik bersenjata dan hukum perang memiki karakteristik yang berbeda-beda jelaskan? juga uraikan pemahaman anda tentang cakupan hukum humaniter dan prinsip-prinsip hukum humaniter.
Soal UTS MK. Hukum Humaniter Internasional (Kelas C & D FH. Ubhara)
Ancaman Perang Besar Bayangi Ukraina dan Rusia
Sebanyak 2.593 orang tewas dalam konflik di timur Ukraina
Rabu, 3 September 2014, 02:44
Ni Kumara Santi Dewi
(REUTERS/Yannis Behrakis)
VIVAnews - Hubungan
Rusia-Ukraina memanas, bahkan disebut sudah berada di pinggir jurang
peperangan besar. Ukraina berang dan menuduh Rusia ada di balik
kekuatan pemberontak yang ingin mereka tumpas.
Ancaman perang besar itu bermula saat situasi di timur Ukraina
memburuk, setelah dikuasai oleh kelompok separatis sejak April lalu. Sejak saat itu, demikian dilaporkan BBC edisi Agustus 2014, kelompok separatis Ukraina telah menguasai hampir sebagian besar kota Luhansk.
Namun, kelompok pemberontak memang belum berhasil menguasai Bandara
Internasional Luhansk. Bandara inilah yang kemudian menjadi salah satu
obyek yang diperebutkan kedua kubu dalam perang sejak akhir pekan lalu.
"Di Luhansk, pasukan Ukraina menerima sebuah perintah dan menarik diri dari bandara," ungkap juru bicara militer Ukraina, Andriy Lysenko, dan dikutip harian Telegraph.
Ukraina tak asal menuduh. Keterlibatan tank-tank Rusia dibuktikan
dari potongan rekaman gambar yang disiarkan oleh stasiun televisi
Pemerintah Negeri Beruang Merah itu. Di dalamnya menunjukkan tank-tank
menembakkan peluru agar bisa mengambil alih bangunan bandara yang sudah
rusak akibat perang minggu-minggu sebelumnya.
Koresponden stasiun berita Al Jazeera, Paul Brennan,
melaporkan fungsi Bandara Internasional Luhansk penting dan strategis.
"Kini, peralatan militer bisa dengan mudah dipasok melalui udara," ujar
Brennan.
Mengetahui kondisi ini, Menteri Pertahanan Ukraina Valeriy Geletey
lalu menebar--entah prediksi atau ancaman--mengenai sebuah perang besar
yang pecah antara militer negaranya melawan Rusia.
"Sebuah perang yang besar telah berada di dekat kita. Sebuah perang
yang belum pernah disaksikan sejak Perang Dunia II. Sayang, kerugian
akibat perang itu, dapat menyebabkan 10 ribu nyawa melayang," tulis
Geletey di akun jejaring sosial Facebook.
Presiden Ukraina Petro Poroshenko pun kian yakin dengan
keterlibatan pasukan Rusia dalam perang antara militer Ukraina dengan
kelompok separatis tersebut. Ditemui ketika tengah berbicara di hadapan
akademi militer di ibu kota Kiev, dia menilai keterlibatan Rusia itu
justru menyebabkan kemunduran dalam proses perundingan damai.
"Agresi langsung dan terbuka telah dilakukan menuju ke Ukraina. Ini
telah mengubah situasi di zona konflik dengan jalan yang radikal," kata
Poroshenko.
Namun, Rusia membantah. Daripada saling mengalahkan, kata Menteri
Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov, lebih baik solusi gencatan senjata di
antara militer Ukraina dan kelompok separatis segera disepakati.
Dia mengandalkan pertemuan yang berlangsung kemarin di Minsk,
Belarusia. Pertemuan yang disebut Kelompok Kontak itu dihadiri oleh
perwakilan kelompok separatis, militer Ukraina, dan Organisasi untuk
Keamanan dan Kerja sama di Eropa (OSCE).
BBC melansir perwakilan kelompok pemberontak mengatakan
kepada media Rusia bahwa mereka menginginkan status khusus untuk di area
yang berada di bawah kekuasaannya. Dengan adanya status khusus itu,
mereka bisa mempertimbangkan perlunya untuk memperdalam integrasi
ekonomi dengan Rusia.
Menurut koresponden BBC, tuntutan itu bisa memecah belah
Ukraina secara de facto. Sebab, Pemerintah Ukraina justru tengah
mengincar untuk bisa menjalin kerja sama dengan organisasi Uni Eropa.
NATO siaga
Melihat ancaman yang begitu tinggi di Ukraina, Organisasi Aliansi
Atlantik (NATO) siap mengerahkan 4.000 pasukan dalam dua hari ke depan,
jika Rusia kembali ikut campur ke teritori Ukraina. Pasukan itu terdiri
dari pasukan khusus udara, laut, dan intelijen. Mereka akan dikerahkan
bersama dengan pasukan negara tuan rumah menghadapi ancaman di luar.
Harian Inggris, The Independent edisi Senin 1 September
2014,mmelaporkan pasokan peralatan militer akan disimpan di markas di
timur Eropa. Namun, rencana ini baru resmi diumumkan ketika digelar
pertemuan tingkat tinggi NATO di Wales, Inggris pada Kamis, 4 September
2014.
Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen dalam pernyataan
resminya memang tidak menyebut Rusia sebagai ancaman dan alasan
dibentuknya satuan khusus yang diberi nama "pasukan tanggap dan cepat"
itu. Rasmussen mengatakan, pasukan khusus itu bisa dikerahkan ke negara
mana pun di seluruh dunia.
"Ini adalah waktu di mana beberapa krisis terjadi di depan mata. Di
bagian timur, Rusia secara terang-terangan ikut campur di teritori
Ukraina. Sementara, di selatan, kita melihat adanya negara-negara yang
rapuh dan meningkatnya ekstrimisme serta perselisihan ekstrimisme," kata
Rasmussen.
Dia menambahkan, pasukan NATO ini bisa melancarkan serangan ringan
hingga berat jika diperlukan. "Itu juga berarti, kehadiran NATO akan
lebih nyata di bagian timur selama yang dibutuhkan. Bukan karena NATO
ingin menyerang siapa pun, tetapi karena bahaya dan ancaman di sana
terlihat lebih nyata. Kami akan melakukan apa pun yang diperlukan demi
mempertahankan sekutu kami," imbuh Rasmussen.
Sesuai dengan Rencana Aksi Tanggap yang akan diumumkan pada Kamis
mendatang, pasukan tersebut akan bermarkas di beberapa negara, yakni
Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, dan Rumania.
Namun, Kremlin melihat pembentukan pasukan khusus itu sebagai
langkah provokatif. Terlebih, berdasarkan aturan bernama "Founding Act
on Mutual Relations, Cooperation and Security" tahun 1997, pembentukan
pasukan itu dianggap sebagai pelanggaran. Aturan itu merupakan sebuah
panduan bagi kerja sama NATO-Rusia di masa depan.
Saat ditandatangani pada 27 Mei 1997 di Paris, kedua pihak berjanji
tidak melihat satu sama lain sebagai musuh. NATO saat itu berjanji
kepada Pemerintahan mantan Presiden Boris Yeltsin tidak akan memiliki
pasukan permanen seperti yang tertuang dalam Pakta Warsawa.
Namun, mereka membantah pembentukan pasukan itu dianggap melanggar
pakta yang ada. NATO berdalih, pasukan itu akan tetap disiagakan sesuai
dengan kebutuhan. Menurut seorang pejabat senior yang dikutip harian The Independent, pembentukan pasukan khusus itu telah melalui pertimbangan matang.
"Kami telah mempertimbangkan berbagai masukan hukum dan keputusan
ini tidak melanggar aturan itu. Tidak akan ada pasukan permanen di
markas. Contoh lainnya, tidak akan pasukan yang ditugaskan dengan
membawa serta keluarga mereka," ujar pejabat tadi.
Berlebihan
Pernyataan Menteri Pertahanan Ukraina sudah didengar oleh Rusia.
Kementerian Luar Negeri Rusia mengaku terkejut dengan status Geletey di
media sosial.
Dilansir dari kantor berita RIA Novosti, perwakilan
Kemenlu Rusia justru menganggap pernyataan Geletey berlebihan. Dengan
berkata demikian, Geletey dinilai justru melibatkan warga Ukraina ke
dalam perang sipil.
"Moskow tentu saja telah mengetahui pernyataan yang dibuat oleh
Menhan Ukraina Valeriy Geletey, yang mengklaim operasi untuk membebaskan
Ukraina Timur dari teroris telah berakhir. Lalu, dia mengumumkan awal
perang patriotik besar yang akan mengakibatkan puluhan ribu orang tewas.
Pernyataan Menhan ini butuh studi yang cermat, walaupun tidak perlu
melibatkan ahli militer," tulis Kemenlu Rusia.
Sementara, Presiden Vladimir Putin mengingatkan negara-negara barat
agar ikut meminta pertanggungjawaban militer Ukraina. Sebab, militer
Ukraina lah yang malah menembakkan peluru ke arah warga sipil secara
membabi buta.
"Kelompok separatis telah terprovokasi dengan kehadiran pasukan
Ukraina yang berada di sekitar kota-kota besar. Mereka menembakkan
peluru ke arah pemukiman warga. Justru hal ini yang sayangnya, di banyak
negara, termasuk Eropa, mereka memilih untuk tidak membahasnya," ujar
Putin dalam kunjungannya ke bagian timur Rusia.
Sanksi baru
Melihat Rusia yang masih terus ikut campur dalam teritori Ukraina,
para pemimpin negara anggota Uni Eropa mengancam akan menjatuhkan sanksi
baru kepada Rusia. Kesepakatan ini diambil dalam pertemuan para
pemimpin negara anggota UE pada akhir pekan lalu.
Di tengah-tengah penunjukkan Presiden Dewan UE yang baru, mereka
sepakat untuk memberikan waktu selama satu pekan bagi Rusia agar mundur
dari krisis di Ukraina. Jika tidak, maka sanksi baru akan segera
dijatuhkan UE.
"Dewan Eropa mengatakan siap untuk mengambil langkah penting sesuai
dengan perkembangan situasi di lapangan," ungkap mantan Presiden Dewan
UE Herman Van Rompuy.
Menurut anggota negara UE, sanksi ini dijatuhkan karena menurut
laporan NATO pada Kamis pekan lalu yang menyebut Rusia telah mengirimkan
1.000 pasukan ke timur Ukraina. Pasukan itu dikirim untuk membantu
kelompok separatis melawan militer Ukraina. Selain itu, NATO memiliki
bukti selain pasukan, Rusia turut mengirimkan sistem pertahanan udara,
tank, artileri, dan kendaraan lapis baja.
Menurut laporan Deutsche Welle dari dokumen yang beredar
di pertemuan UE pekan lalu, sanksi yang diberikan kepada Rusia masih
terbatas di bidang ekonomi. Sebelumnya, sebanyak 90 orang Rusia yang
terkait krisis Ukraina telah dibekukan aset dan dikenai larangan
berkunjung. Kebijakan serupa, tulis DW, akan berlaku bagi orang-orang yang terkait 90 individu nama tadi.
Sementara Pemerintah Australia pada Senin kemarin telah menjatuhkan sanksi bagi Rusia. Dilansir dari laman Russia Today, Perdana Menteri Tony Abbott menyasar larangan kerjasama di bidang migas, keuangan, dan pertahanan.
Artinya, setelah sanksi itu dijatuhkan, Abbott menyebut tidak akan
ada lagi ekspor senjata dan produk migas ke Rusia. Selain itu, bank
milik Pemerintah Rusia tidak akan diizinkan memiliki akses ke pasar
modal Australia. Tidak ada pula perdagangan dan investasi di Crimea.
Sanksi dari Australia ini, kata Abbott, akan berlaku secara efektif
terhadap 63 warga Rusia dan Ukraina dan 21 organisasi dan perusahaan.
Artinya, total sudah ada 113 individu dan 32 entitas yang dibidik oleh
Pemerintah Negeri Kanguru.
Menanggapi sanksi tersebut, Putin mengatakan pada akhirnya,
negara-negara barat yang memberlakukan kebijakan itulah yang akan rugi
besar.
"Saya berharap akal sehat lah yang lebih diutamakan dan kami akan
bekerja secara normal dengan gaya modern. Dengan tidak memberlakukan
sanksi apa pun, baik kami atau rekan kami tidak akan mengalami kerugian
apa pun," ungkap Putin.
Dengan sanksi ini, Amerika Serikat dan UE membuat Rusia terpaksa
mengganti fokus kerja samanya ke negara-negara timur. Salah satunya
China.
Wakil Perdana Menteri China Zhang Gaoli secara terang-terangan
menolak untuk memberlakukan sanksi bagi Rusia. Dalam pertemuan dengan
Putin pada Senin lalu, Zhang bahkan mengaku siap mengompensasikan apapun
yang tidak diperoleh Rusia akibat sanksi tersebut.
Nyawa sipil
Dalam konflik militer ini, tidak ada yang paling menderita
dibandingkan warga sipil. Data dari Komisi Tinggi PBB mengenai Hak Asasi
Manusia (HAM) yang dikutip laman Russia Today, setidaknya ada 2.593 orang yang telah terbunuh dalam peperangan hingga pertengahan April lalu.
"Angka korban jiwa mendekati 3.000 jiwa jika kami juga memasukkan
298 korban tewas pesawat Malaysia Airlines MH17 yang jatuh," ungkap
Asisten Sekretaris Jenderal PBB untuk HAM, Ivan Simonovic.
Untuk mencegah lebih banyak jatuhnya korban jiwa, Komisioner Tinggi
PBB untuk HAM lainnya, Navi Pillay menyerukan agar kedua belah pihak
meletakkan senjata.
"Ada kebutuhan mendesak untuk mengakhiri peperangan dan tindak
kekerasan di bagian timur, sebelum lebih banyak korban jiwa yang
berisiko atau terpaksa mengungsi atau harus menghadapi peristiwa sulit
di dalam zona konflik," ungkap Pillay.
Dia juga menyerukan pasukan militer yang tengah bertempur di timur
Ukraina sebaiknya tidak menyasar warga sipil. Sebab, di lokasi tempat
mereka berperang ada pemukiman padat penduduk.
Menurut laporan, separuh dari penduduk di kota Luhansk dan Donetsk,
telah mengungsi. Namun, proses evakuasi bukan perkara mudah. Karena
tidak semua warga yang ingin mengungsi bisa melakukannya. Beberapa,
bahkan tewas ketika berupaya kabur dari lokasi peperangan.
"Seharusnya, koridor aman dibangun oleh pasukan Ukraina untuk
memungkinkan penduduk mengungsi dari kota-kota yang masih dijadikan
lokasi perang. Sementara, laporan yang selama ini diterima, warga sipil
yang menggunakan koridor tersebut malah ikut terbunuh atau terluka,"
kata perwakilan kantor PBB.
BBC melaporkan, sulit untuk mendeteksi jumlah pasti
korban, Banyak warga yang tewas, dimakamkan secara tidak layak. Mereka
turut melansir sebanyak 155.800 telah kabur ke beberapa kota di Ukraina.
Sebanyak 188 ribu mengungsi ke Rusia. (ita)
Pertanyaan:
1. Telusuri konflik Rusia dan Ukraina kemudian tuliskan resumenya?
2. Apa yang ada pahami tentang konflik Rusia dan Ukraina dalam perspektif Hukum Humaniter?
3. Hukum Humaniter, Hukum Konflik bersenjata dan hukum perang memiki karakteristik yang berbeda-beda jelaskan? juga uraikan pemahaman anda tentang cakupan hukum humaniter dan prinsip-prinsip hukum humaniter.
Soal UTS Hukum Humaniter Internasional (Kelas A & B FH. Ubhara 2014)
Konflik Israel-Palestina bukan perang agama
Setelah serangan udara Israel mengoyak rakyat Gaza di Palestina, kemarin, Kamis (17/7/2014), negeri zionis bersedia melakukan gencatan senjata dengan kelompok militan Palestina, Hamas. Namun gencatan senjata ini hanya berlangsung selama 5 jam.
Pertempuran antara Israel dan Hamas, Palestina, bukan terjadi kali ini saja. Dua negara di Timur Tengah ini telah bergolak sejak 70 tahun lalu.
Mantan Sekretaris Eksekutif Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) Romo Antonius Benny Susetyo mengatakan, perang Israel dan Palestina bukanlah perang agama, melainkan perang untuk memperebutkan wilayah dan eksistensi.
“Perang ini merupakan sisa-sisa Perang Dunia II, dimana Inggris saat itu menjanjikan kemerdekaan kepada Palestina dan Israel, namun janji-janji tersebut tidak diselesaikan dengan baik,” kata Romo Benny seperti dilansir Liputan6.com, Selasa (17//7), di Jakarta.
“Secara historis, tanah itu merupakan milik Palestina. Kemudian diklaim Israel dengan alasan asal usul nenek moyang mereka dari sana,” lanjut Romo Benny.
Masalah Israel-Palestina, ujar Romo Benny, hanya bisa diselesaikan dengan perundingan dan tekanan keras negara-negara berpengaruh, seperti Amerika Serikat dan Rusia.
Dalam hal ini, lanjut Romo Benny, Indonesia yang merupakan salah satu pendiri Gerakan Non Blok, bisa mengambil peran sebagai perantara untuk bekerja sama dengan negara-negara Uni Eropa dan Timur Tengah, meminta mereka mempengaruhi Amerika Serikat dan Rusia untuk menekan Israel.
“Harus ada tekanan internasional, Amerika dan Rusia harus mau menekan (Israel) secara massif, mengajak berunding agar tercipta perdamaian sejati, yakni Palestina yang merdeka,” katanya.
Romo Benny menjelaskkan, satu-satunya solusi untuk mendamaikan kedua negara, yakni Israel harus mengembalikam wilayah Palestina yang sudah mereka duduki. Adapun kota Yarussalem harus menjadi kota internasional yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sebab, kota ini merupakan pusat sejarah 3 agama Samawi yakni Islam, Kristen dan Yahudi.
“Kalau dua pihak terus ngotot, masalah ini tidak akan selesai,” ujar Romo Benny.
Dalam kesempatan ini, Romo Benny juga mengingatkan kita untuk menagih janji Presiden Amerika Serikat Barack Obama yang mengatakan akan mendamaikan kedua negara.
Sedikitnya 200 warga Palestina telah tewas dan 1.000 lebih lain luka-luka dalam delapan hari terakhir serangan militer Israel di Jalur Gaza.
Pertanyaan:
1. Telusuri konflik Palestina dan Israel kemudian tuliskan resumenya?
2. Apa yang ada pahami tentang konflik Palestina dan Israel dalam perspektif Hukum Humaniter?
3. Hukum Humaniter, Hukum Konflik bersenjata dan hukum perang memiki karakteristik yang berbeda-beda jelaskan? juga uraikan pemahaman anda tentang cakupan hukum humaniter dan prinsip-prinsip hukum humaniter.
Langganan:
Postingan (Atom)