IMPLEMENTASI GOOD CORPORATE GOVERNANCE
PADA BANK UMUM SESUAI DENGAN PERATURAN BANK INDONESIA
NOMOR 8/4/PBI/2006
Ismu Gunadi Widodo
ABSTRAK
Tata kelola perbankan nasional memerlukan sistem
manajemen perbankan nasional dalam memberikan acuan dan motivasi kepada bankir
dalam mengelola usaha perbankan. Good
Corporate Governance merupakan
serangkaian mekanisme yang
merefleksikan suatu struktur
pengelolaan perusahaan yang menetapkan distribusi hak dan tanggung jawab
diantara berbagai partisipan di dalam perusahaan, termasuk para Pemegang Saham,
Dewan Komisaris, Dewan Direksi, Manajer, Karyawan dan pihak-pihak
berkepentingan (stakeholders)
lainnya. Good Corporate Governance
juga menegaskan filosofi bahwa pengelolaan perusahaan merupakan amanah dari
berdirinya perusahaan dan oleh karenanya semua pihak yang terlibat harus
berpikir dan bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan.
Kata kunci: perbankan, good corporate
governance
ABSTRACT
Governance of the national banking system
requires management of the national banking system in providing guidance and
motivation to the bankers to manage the banking business. Good Corporate
Governance is a set of mechanisms that reflect a company's management structure
that establishes the distribution of rights and responsibilities among the
various participants in the company, including shareholders, the Board of
Commissioners, Board of Directors, Managers, Employees and interested parties
(stakeholders) other. Good Corporate Governance also emphasized the philosophy
that the management company is a founding trustee of the company and therefore
all parties involved must think and act in the best interest of the company.
Key words: banking, good corporate
governance
Permasalahan
Krisis ekonomi tahun 1997 yang melanda Indonesia dan negara-negara di Asia
Tenggara telah memunculkan wacana yang berkaitan dengan permasalahan Tata
Kelola Perusahaan Yang Baik (Good
Corporate Governance/GCG). Good
Corporate Governance menjadi bahasan yang penting dalam rangka mendukung
pemulihan ekonomi dan pertumbuhan perekonomian yang lebih stabil dimasa yang
akan datang. Keterpurukan luar biasa yang disebabkan peristiwa tersebut telah
membuka mata bangsa ini bahwa salah satu faktor paling fundamental yang
menyebabkan krisis itu terjadi tidak lain dikarenakan prinsip-prinsip GCG
diabaikan.
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran akan pentingnya Good Corporate Governance dan penerapannya di Indonesia telah
dilakukan, baik oleh pemerintah maupun swasta. Upaya-upaya tersebut antara lain
pembentukan Komisi Nasional GCG oleh kantor Menko Perekonomian dan disusunnya National Code of Good Corporate Governance
atau Pedoman Nasional GCG. Lembaga pemeringkat Corporate Governance seperti Forum
for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dan Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) juga turut
mendorong pelaksanaan GCG oleh perusahaan-perusahaan publik di Indonesia.
Good
Corporate Governance
merupakan serangkaian mekanisme
yang merefleksikan suatu
struktur pengelolaan perusahaan
yang menetapkan distribusi hak dan tanggung jawab diantara berbagai partisipan
di dalam perusahaan, termasuk para Pemegang Saham, Dewan Komisaris, Dewan Direksi,
Manajer, Karyawan dan pihak-pihak berkepentingan (stakeholders) lainnya. Good
Corporate Governance juga menegaskan filosofi bahwa pengelolaan perusahaan
merupakan amanah dari berdirinya perusahaan dan oleh karenanya semua pihak yang
terlibat harus berpikir dan bertindak untuk kepentingan terbaik perusahaan.
Bisnis perbankan memiliki kekhasan dalam pengelolaannya. Alasan utamanya
adalah karena adanya unsur 3K yang harus dipatuhi yakni Kepercayaan,
Keterbukaan, dan Keberhatian. Fokus utama bank adalah menjaga kepercayaan dan
mencegah risiko yang mungkin terjadi. Masyarakat menyimpan dananya di bank
semata-mata berdasarkan kepercayaan bahwa dananya akan kembali ditambah
sejumlah keuntungan yang berasal dari bunga. Selanjutnya dana tersebut akan
diputar menjadi bentuk berbagai investasi seperti pemberian kredit dan
pembelian surat berharga. Apabila tidak ditangani secara profesional,
transparan dan hati-hati (prudential
banking) akan menimbulkan risiko dan bencana bagi perbankan[1].
Tata kelola perbankan nasional memerlukan sistem manajemen perbankan
nasional dalam memberikan acuan dan motivasi kepada bankir dalam mengelola
usaha perbankan. Untuk itu diperlukan pula pengaturan dan pengawasan bank untuk
memastikan bahwa bank dijalankan dengan hati-hati, penuh integritas serta
terhindar dari moral hazard para
pengurusnya. Dengan demikian dunia perbankan dapat tumbuh secara mandiri dan
dapat memberikan kontribusi yang berarti dan secara sinergis mampu mencapai
kinerja yang optimal dalam mengemban visi dan misi perbankan nasional dalam
mendukung sektor ekonomi nasional dan daerah.
Dalam upaya mendukung sektor ekonomi nasional dan daerah melalui penguatan
sektor perbankan, Bank Indonesia pada tahun 2004 telah meluncurkan program
Arsitektur Perbankan Indonesia (API) untuk dilaksanakan dalam kurun waktu lima
sampai sepuluh tahun ke depan. Arsitektur Perbankan Indonesia memiliki visi
untuk menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna
menciptakan kestabilan sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional. Selanjutnya visi tersebut dijabarkan menjadi enam pilar API, yakni:
a. Menciptakan struktur perbankan domestik
yang sehat yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan
ekonomi nasional yang berkesinambungan.
b. Menciptakan sistem pengaturan dan
pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada Standar Internasional.
c. Menciptakan industri perbankan yang kuat
dan memiliki daya saing yang tinggi serta memilki ketahanan dalam menghadapi
risiko.
d. Menciptakan GCG dalam rangka memperkuat
kondisi internal perbankan nasional.
e. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap
untuk mendukung terciptanya industri perbankan yang sehat.
f. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan
konsumen jasa perbankan.
Diantara keenam pilar tersebut tampak bahwa salah satu program API yang
dicanangkan dalam kurun waktu dua sampai lima tahun ke depan adalah GCG. Good Corporate Governance diyakini dapat
memperkuat kondisi internal perbankan nasional. Dengan menerapkan GCG pada
aktivitas perbankan diharapkan kinerja operasional perbankan akan semakin kuat
dengan kemampuan menghadapi risiko yang semakin baik, baik saat ini maupun
dimasa-masa yang akan datang.
Seiring dengan tuntutan penerapan GCG pada sektor perbankan, maka pada
tahun 2006 Bank Indonesia menggagas peraturan yang secara khusus mengatur
mengenai ketentuan pelaksanaan GCG di Bank Umum. Peraturan yang dimaksud adalah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bagi Bank Umum yang kembali disempurnakan melalui PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal
5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan GCG pada industri perbankan
harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar yakni keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Dalam pelaksanaan GCG
tersebut, diperlukan keberadaaan Komisaris Independen dan Pihak Independen.
Keberadaan pihak-pihak independen tersebut, diharapkan dapat menciptakan check and balance, menghindari benturan
kepentingan (conflik of interest)
dalam pelaksanaan tugasnya serta melindungi kepentingan stakeholders khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas.
Selain itu, PBI ini juga mewajibkan bank untuk menyampaikan Laporan Pelaksanaan
GCG pada setiap akhir tahun buku dan paling lambat 5 bulan setelah tahun buku
berakhir. Bagi bank yang tidak memenuhi ketentuan dalam PBI ini akan dikenakan
sanksi.
Permasalahan
1. Mengapa bank umum wajib menerapkan good
corporate governance sesuai dengan
peraturan bank Indonesia Nomor 8/4/PBI /2006?
2 Bagaimana
implementasi good corporate governance pada bank umum sesuai dengan peraturan
Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006?
Pembahasan
Kewajiban Pelaksanaan Good Corporate Governance
pada Bank Umum
Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip good corporate governance dalam
setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Yang
dimaksud dengan seluruh tingkatan atau jenjang organisasi adalah seluruh
pengurus dan karyawan bank mulai dari dewan komisaris dan direksi sampai dengan
tingkat pegawai dan pelaksana bank.
Seiring dengan tuntutan penerapan GCG pada sektor perbankan, maka pada
tahun 2006 Bank Indonesia menggagas peraturan yang secara khusus mengatur
mengenai ketentuan pelaksanaan GCG di Bank Umum. Peraturan yang dimaksud adalah
Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Governance
Bagi Bank Umum yang kembali disempurnakan melalui PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal
5 Oktober 2006 tentang Perubahan Atas PBI No. 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank
Umum.
Peraturan tersebut menegaskan bahwa pelaksanaan GCG pada industri perbankan
harus senantiasa berlandaskan pada lima prinsip dasar yakni keterbukaan (transparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responsibility), independensi (independency), dan kewajaran (fairness). Dalam pelaksanaan GCG
tersebut, diperlukan keberadaaan Komisaris Independen dan Pihak Independen.
Keberadaan pihak-pihak independen tersebut, diharapkan dapat menciptakan check and balance, menghindari benturan
kepentingan (conflik of interest)
dalam pelaksanaan tugasnya serta melindungi kepentingan stakeholders khususnya pemilik dana dan pemegang saham minoritas.
Selain itu, PBI ini juga mewajibkan bank untuk menyampaikan Laporan Pelaksanaan
GCG pada setiap akhir tahun buku dan paling lambat 5 bulan setelah tahun buku
berakhir. Bagi bank yang tidak memenuhi ketentuan dalam PBI ini akan dikenakan
sanksi.
Implementasi Good
Corporate Governance
Dalam pelaksanaan GCG di perbankan adalah penting bagi perbankan untuk
melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi
bank, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan GCG dapat berjalan lancar dan
mendapatkan dukungan dari seluruh unsur di dalam bank.
Pedoman GCG Perbankan Indonesia menguraikan bahwa pengaturan dan
implementasi GCG memerlukan komitmen dari top
management dan seluruh jajaran organisasi. Pelaksanaannya dimulai dari
penetapan kebijakan dasar (strategic
policy) dan kode etik yang harus dipatuhi oleh semua pihak dalam
perusahaan. Bagi perbankan Indonesia, kepatuhan terhadap kode etik yang
diwujudkan dalam satunya kata dan perbuatan, merupakan faktor penting sebagai
landasan penerapan GCG. Adapun pedoman yang terdapat dalam Pedoman GCG
Perbankan Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Pelaksanaan
GCG dapat dilakukan melalui lima tindakan, yaitu:
a.
Penetapan
visi, misi dan corporate values
b.
Penyusunan
corporate governance structure
c.
Pembentukan
corporate culture
d.
Penetapan
sarana public disclousures
e.
Penyempurnaan
berbagai kebijakan bank sehingga memenuhi prinsip GCG
2. Penetapan
visi, misi dan corporate values
merupakan langkah awal yang harus dilaksanakan dalam penerapan GCG oleh suatu
bank.
3. Corporate governance structure dapat
diterapkan secara bertahap dan terdiri dari sekurang-kurangnya:
a.
Kebijakan
corporate governance yang selain
memuat visi dan misi bank, juga memuat tekad untuk melaksanakan GCG dan
pedoman-pedoman pokok penerapan prinsip GCG yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Independency dan Fairness.
b.
Code of Conduct yang memuat pedoman perilaku wajar dan dapat
dipercaya dari pimpinan dan karyawan bank.
c.
Tata
Tertib Kerja Dewan Komisaris dan Tata Tertib Kerja Direksi yang memuat hak dan
kewajiban serta akuntabilitas dari Dewan Komisaris dan Direksi maupun para
anggotanya masing-masing.
d.
Organisasi
yang di dalamnya tercermin adanya risk
management, internal control dan compliance.
e.
Kebijakan
risk management, audit dan compliance.
f.
Human resourse policy yang jelas dan transparan.
g.
Corporate plan yang menggambarkan arah jangka panjang yang
jelas.
4. Pembentukan
corporate culture untuk memperlancar
pencapaian visi dan misi serta implementasi corporate
governance structure. Corporate
culture terbentuk melalui penetapan prinsip dasar (guilding principles), nilai-nilai (values) dan norma-norma (norms)
yang disepakati serta dilaksanakan secara konsisten dengan contoh konkrit dari
pimpinan bank. Corporate culture
perlu didiskusikan secara berkesinambungan dan ditunjang oleh social communication.
5. Pembentukan
pola dan sasaran disclousure sangat
diperlukan sebagai bagian dari akuntabilitas bank kepada stakeholders. Sarana disclousure
dapat melalui laporan tahunan (annual
report), situs internet (website), review pelaksanaan GCG dan sarana
lainnya.
Ada pula tahapan penerapan GCG pada bank . Pentahapan tersebut diberi nama
GCG (Good Corporate Governance), GGC
(Good Governed Corporate) dan GCC (Good Corporate Citizen).[2]
1.
Tahap
GCG (Good Corporate Governance)
Tujuan
dari penerapan GCG pada tahap ini adalah memenuhi semua ketentuan penerapan GCG
yang berlaku (compliance). sesuai
dengan tujuan dari tahap ini maka aktivitas utamanya adalah penyusunan pedoman
GCG sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kelengkapan struktur dan
proses yang diminta.
Pedoman
GCG yang harus disusun pada tahap ini pada dasarnya terdiri dari:
a.
Pedoman
Corporate governance yang meliputi:
·
Pedoman
umum GCG untuk perusahaan (GCG Code)
·
Pedoman
GCG untuk Direksi dan Komisaris (Board
Manual)
·
Pedoman
etika korporasi (Code of Conduct) termasuk
aturan tentang benturan kepentingan.
b.
Piagam
untuk komite-komite yang diwajibkan, misalnya:
·
Komite
Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Governance,
Nominasi dan Renumerasi (Audit Charter,
Risk Committee Charter, Governance and Nomination & Renumeration Committee
Charter, etc.);
·
Pedoman
untuk komite-komite eksekutif bila ada;
·
Pedoman
untuk Satuan Kerja Auditor Intern/Satuan pengawasan Intern.
c.
Kebijakan-kebijakan
yang terkait dengan penerapan GCG dan prudential
regulation, yang antara lain meliputi:
·
Kebijakan
disclousure and transparency;
·
Kebijakan
Manajemen Risiko;
·
Kebijakan
Sistem Pengendalian Intern;
·
Kebijakan
Pelaksanaan BMPK;
·
Kebijakan
Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah;
·
Kebijakan
Kepatuhan (Compliance Policy).
Setelah pedoman GCG selesai disusun, maka
aktivitas berikutnya dalam tahap GCG adalah melakukan sosialisasi implementasi
awal. Sosialisasi dilakukan dengan metode top
down approach, dimulai dari Direksi dan Komisaris. Ini perlu karena dalam
banyak hal pembentukan tone at the top
merupakan hal yang penting dalam pelaksanaan GCG. Khusus terkait dengan
penerapan etika korporasi dan penegakan sistem pengendalian intern bank, maka
unsur tone at the top mutlak
diperlukan.
Untuk implementasi awal yang menjadi sasaran
adalah pelaksanaan GCG pada tingkat organ perseroan dan organ pendukungnya.
Sedangkan untuk prudential regulating
haruslah disusun standar pelaksanaan operasionalnya (standar operating procedures) yang lebih rinci terlebih dahulu.
Setelah sosialisasi dan implementasi awal
dilakukan maka perlu diadakan self
assessment untuk menilai seberapa jauh pelaksanaan awal GCG telah berhasil.
Apakah sudah sesuai rencana, ataukah masih menemui hambatan. Dengan mengetahui
kondisi peta pelaksanaan awal GCG ini maka dapat dilakukan perbaikan seperlunya
untuk meningkatkan efektifitas pelaksanaan GCG. Hasil self assessment ini juga harus dilaporkan ke Bank Indonesia,
sebagaimana dituntut oleh PBI No. 8/14/PBI/2006 jo PBI No. 8/4/PBI/2006.
2.
Tahap
GGC (Good Governed Corporate)
Tujuan
tahap ini adalah pelaksanaan prinsip-prinsip GCG pada semua proses bisnis
dengan didukung oleh tersedianya pedoman perusahaan dari tingkat manajemen
puncak hingga tingkat operasional. Melalui pelaksanaan yang lebih intensif,
diharapkan secara perlahan tetapi pasti terbentuk “Budaya GCG” diseluruh
jajaran perusahaan. Dengan demikian diharapkan “prudential banking” sudah menjadi second nature bagi seluruh karyawan bank. Tahap ini merupakan tahap
terpanjang dan kritis dari pelaksanaan GCG pada bank.
Secara
garis besar aktivitas pada tahap GCG adalah sebagai berikut:
a.
Penyusunan
buku pedoman perusahaan untuk semua kebijakan prudential regulation yang telah ditetapkan oleh Direksi bank dan
diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip GCG;
b.
Penyusunan
buku pedoman perusahaan untuk semua kegiatan penunjang operasi perusahaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip GCG;
c.
Sosialisasi
dan penerapan buku pedoman peruasahaan yang telah disusun secara bertahap
hingga ke seluruh aspek operasional perusahaan;
d.
Melakukan
asessment dan evaluasi berkala untuk meningkatkan efektifitas penerapan buku
pedoman perusahaan sesuai dengan prinsip-prinsip GCG dan peraturan
perundang-undangan.
Pelaksanaan sosialisasi dilakukan secara terbatas. Artinya pihak-pihak yang
terkait langsung dengan proses bisnis tersebut wajib untuk memahami buku
pedoman perusahaan tersebut. Oleh karena itu, mereka harus terlibat dengan
intens dalam sosialiasasinya. Untuk pihak lain sosialisasi lebih didasarkan pada
need to know basis saja dan tidak
perlu ikut secara intens. Selama proses sosialisasi tersebut, pedoman etika
korporasi dan asas prudential bank
harus selalu dijadikan acuan proses, sehingga dalam pelaksanaan implementasinya
nanti budaya GCG dapat betul-betul secara perlahan menjadi “second nature’.
Evaluasi dan self assessment
secara berkala haruslah dilaksanakan sebagai sarana untuk mengukur kemajuan
yang telah dicapai dan juga sekaligus untuk melakukan perbaikan serta
peningkatan pelaksanaan GCG. Selain itu hasil dari evaluasi dan self assessment ini menjadi bahan untuk
dilaporkan ke Bank Indonesia, sebagaimana diatur dalam PBI No. 8/14/PBI/2006
jo. PBI No. 8/4/PBI/2006.
Self assessment pelaksanaan good corporate
governance
1. Penilaian
terhadap pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance, paling kurang
harus diwujudkan dalam 11 (sebelas) faktor penilaian pelaksanaan good corporate
governance yang terdiri dari:
a. Pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab dewan komisaris
b. Pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab direksi
c. Kelengkapan
dan pelaksanaan tugas komite
d. Penanganan
benturan kepentingan
e. Penerapan
fungsi kepatuhan
f. Penerapan
fungsi audit intern
g. Penerapan
fungsi audit ekstern
i. Penyediaan
dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large
exposures)
j. Transparansi
kondisi keuangan dan non keuangan bank,laporan pelaksanaan good corporate
governance dan pelaporan internal.
k. Rencana
strategis bank.
2. Kertas
kerja self assessment good corporate governance disusun per faktor penilaian
pelaksanaan good corporate governance. Format kertas kerja self assessment
tersebut terdiri dari kolom : Tujuan, Kriteria/Indikator, Analisis self
assessment, Kriteria peringkat faktor penilaian pelaksanaan good corporate governance.
3. Pengisian
kertas kerja self assessment good corporate governance dilakukan dengan metode
kualitatif,dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tahap pertama,bank mempelajari dan
memahami pokok-pokok uraian yang termuat pada kolom tujuan
b. Tahap
kedua bank mempelajari dan memahami uraian yang termuat pada kolom
kriteria/indikator
c. Tahap
ketiga,menyusun analisis kecukupan palaksanaan good corporate governance dengan
melakukan hal-hal berikut:
1) Mengumpulkan
data dan informasi yang relevan untuk menilai kecukupan pelaksanaan good
corporate governance oleh bank,seperti data kepengurusan,kepemilikan,struktur
kelompok usaha,laporan tahunan,laporan berkala dan laporan khusus direktur
kepatuhan,laporan yang berkaitan dengan tugas satuan kerja audit intern,laporan
akuntan publik,khususnya komentar mengenai keandalan sistem pengendalian intern
bank,laporan profil resiko,hasi self assessment CAMELS, dokumen rencana
korporasi (corporate plan),rencana dan realisasi rencana bisnis,laporan-laporan
dewan komisaris dan laporan lain yang terkait denagn faktor penilaian
pelaksanaan good corporate governance.
2) Membandingkan
pemenuhan setiap kriteria/indikator per sub faktor/faktor penilaian dengan
pelaksanaan good corporate governance sesuai kondisi,permasalahan dan kekuatan
yang dimiliki bank.
3) Berdasarkan
butir 2) diatas,selanjutnya bank menyusun analisis pelaksanaan good corporate
governance bank dimaksud dan dimuat pada kolom analisis self assessment.
d. Tahap
keempat,setelah melakukan analisis self assessment per sub faktor/faktor,bank
dapat mengambil kesimpulan melalui penetapan peringkat per faktor beserta
penjelasannya,sesuai kondisi bank yang sebenarnya dengan berpedoman pada
kriteria masing-masing peringkat.
e. Tahap
kelima,menyusun hasi akhir self assessment good corporate governance per faktor
dalam kolom kesimpulan.kesimpulan di maksud antara lain berisi peringkat per
faktor,identifikasi permasalahan,rencana tindak(action plan) yang merupakan
tindakan korektif(corrective action) secara komprehensif dan sistematis beserta
target waktu pelaksanaannya.
4. Setelah
melakukan penilaian terhadap masing-masing faktor,bank membobot faktor-faktor
tersebut,dengan menggunakan presentase pembobotan yang telah ditetapkan sebagai
berikut:
No
|
Faktor
|
Bobot(%)
|
1
|
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris
|
10.00
|
2
|
Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi
|
20.00
|
3
|
Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite
|
10.00
|
4
|
Penanganan benturan kepentingan
|
10.00
|
5
|
Penerapan fungsi kepatuhan bank
|
5.00
|
6
|
Penerapan fungsi audit intern
|
5.00
|
7
|
Penerapan fungsi audit ekstern
|
5.00
|
8
|
Fungsi manajemen risiko termasuk sistem penegendalian intern
|
7.50
|
9
|
Penyediaan dana pihak terkait (related party) dan debitur besar (large
exposures)
|
7.50
|
10.
|
Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan laporan pelaksanaan good
corporate governance dan pelaporan internal
|
15.00
|
11
|
Rencana strategis bank
|
5.00
|
5. Nilai
akhir masing-masing faktor diperoleh dengan mengalikan bobot prosentase dengan
hasil peringkat dari masing-masing faktor.untuk mendapatkan nilai komposit,bank
harus menjumlahkan nilai akhir dari(11) sebelas faktor di atas.
6. Sebagai
langkah terakhir,bank menetapkan nilai komposit hasil self assessment
pelaksanaan good corporate governance bank ,dengan menetapkan klasifikasi
peringkat komposit,sebagaimana table berikut:
Nilai Komposit
|
Predikat Komposit
|
Nilai Komposit < 1.5
|
Sangat Baik
|
1.5? Nilai komposit < 2.5
|
Baik
|
2.5? Nilai komposit < 3.5
|
Cukup Baik
|
3.5? Nilai komposit <4.5
|
Kurang Baik
|
4.5? Nilai komposit <5
|
Tidak Baik
|
7. Apabila
terdapat faktor yang nilai peringkat faktornya 5,maka predikat komposit
tertinggi yang dapat di capai bank adalah “Cukup Baik”
8. Apabila
terdapat faktor yang nilai peringkat faktornya 4,maka predikat kompositnya
tertinggi yang dapat di capai bank adalah
“Baik”
9. Kertas
kerja self assessment good corporate governance dan dokumen pendukung self
assessment pelaksanaan good corporate governance di atas,harus di
dokumentasikan dengan baik sehingga memudahkan penelusuran oleh pihak-pihak
yang berkepentingan.
10.Berdasarkan kertas kerja self
assessment good corporate governance diatas,bank perlu membuat kesimpulan umum
hasil self assessment pelaksanaan good corporate governance bank pada lembar
tersendiri,yang menggambarkan pemenuhan kecukupan seluruh faktor
penilaian,paling kurang meliputi:
a.
Nilai Komposit dan Predikatnya
b.
Peringkat masing-masing faktor
c. Kelemahan
dan penyebabnya,action plan(rencana tindak) yang merupakan tindakan
korektif(corrective action) beserta target waktu pelaksanaannya.
d. Kekuatan
pelaksanaan good corporate governance.
11.Kesimpulan umum hasi self assessment
pelaksanaan good corporate governance bank dimaksud ,harus ditandatangani oleh
komisaris utama dan direktur utama bank.
12.Untuk self assessment pelaksanaan good
corporate governance periode berikutnya. Kesimpulan umum tersebut diatas perlu
di lengkapi dengan realisasi pencapaian. Pelaksanaan rencana tindak (action
plan) berikut waktu penyelesaiannya dan
kendala penyelesaiannya.
13.Kesimpulan umum self assessment
pelaksanaan good corporate governance suatu periode penilaian di maksud,menjadi
lampiran yang tidak terpisahkan dari laporan pelakasanaan good corporate
governance bank sebagaimana di maksud dalam pasal 65 ayat (2) peraturan bank
Indonesia No.8/4/PBI/2006 tentang pelaksanaan good corporate governance bagi
bank umum.
14.Bank harus menyampaikan hasil self
assessment pelaksanaan good corporate governance bank secara lengkap kepada
bank Indonesia paling lambat 5(lima) bulan setelah tahun buku
berakhir,meliputi:kertas kerja self assessment good corporate governance
masing-masing faktor,ringkasan perhitungan nilai komposit dan predikat komposit
beserta kesimpulan umum hasil self assessment pelaksanaan good corporate governance.
Kesimpulan
Adanya kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ bank
mengindikasikan terlaksananya prinsip akuntabilitas dengan baik. Good Corporate Governance berjalan
dengan baik karena segenap jajaran bank telah memahami perannya dengan baik
dalam pelaksanaan GCG. Prinsip akuntabilitas ini merupakan ekspresi dari
prinsip pertanggungjawaban. Apabila suatu fungsi dan tugas dilaksanakan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip perbankan yang sehat,
hasil kerja tersebut dengan mudah dipertanggungjawabkan hasilnya. Prinsip
pertanggungjawaban ini tercermin dalam pengelolaan bank yang senantiasa
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
perbankan yang sehat. Prinsip ini
diwujudkan melalui tanggung jawab sosial, menghindai penyalahgunaan kekuasaan
dan memelihara lingkungan bisnis yang sehat.
Pengelolaan bank secara profesional tanpa benturan kepentingan (conflik of interest) dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun mengindikasikan terlaksananya prinsip
independensi dengan baik. Prinsip ini diwujudkan dalam menjalankan tugas dimana
jajaran bank dituntut untuk mendahulukan kepentingan dan usaha bank di atas
kepentingan pribadi. Selain itu, bank senantiasa memperhatikan kepentingan
seluruh stakeholders berdasarkan asas
kesetaraan dan kewajaran (equal treatment).
Prinsip ini diwujudkan antara lain dengan membuat pedoman etika usaha/etika
kerja, yang merupakan norma-norma untuk mengatur hubungan antara bank dengan stakeholders. Dengan adanya pedoman ini
diharapkan akan membantu mereduksi potensi konflik antara bank dengan stakeholders dan antar karyawan.
Implementasi GCG tersebut telah mencerminkan pengelolaan bank yang baik
sesuai dengan prinsip keterbukaan (transparency),
akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility),
independensi (independency), dan
kewajaran (fairness). Dengan demikian,
GCG mampu menjadikan segenap jajaran organisasi bank sebagai warga korporasi
negara yang baik (good corporate citizen)
dengan menjadikannya sebagai bank yang kuat, mampu bersaing dan mampu
menerapkan kebiasaan bisnis yang sehat dengan tujuan meningkatkan kinerja (performance) dan nilai perusahaan (corporate value) dalam jangka panjang.
Aktivitas perbankan diharapkan dapat meningkatkan pemerataan dan
pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah. Perbankan bukanlah komunitas yang
terisolasi, namun merupakan komunitas terbuka yang berinteraksi dengan
lingkungannya. Bank berinteraksi dengan masyarakat dan badan bisnis lain
sebagai nasabah penyimpan dan peminjam, dan dengan pemerintah sebagai pemutus
kebijakan dan peraturan yang harus diikutinya. Untuk itu, perbankan yang sehat
dan kuat merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi.
Perbankan yang sehat dan kuat merupakan cita-cita kita semua dan untuk
mewujudkannya diperlukan implementasi GCG. Implementasi GCG yang konsisten dan
terpadu akan menyelaraskan hubungan antar-stakeholders
dalam menentukan dan mengendalikan arah strategi dan kinerja perbankan. Good Corporate Governance menegaskan
pentingnya prinsip-prinsip keterbukaan (transparency),
akuntabilitas (accountability),
pertanggungjawaban (responsibility),
independensi (independency), dan
kewajaran (fairness) dipegang teguh
dalam setiap tindakan dan perilaku organ perbankan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2006. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance Bagi Bank Umum. (online), (www.bi.go.id,
diakses pada 20 Desember 2010).
Bank Indonesia. 2006. Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006 Perubahan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi
Bank Umum. (online), (www.bi.go.id, diakses pada 20 Desember 2010).
Christian Herdinata. 2008. Good Corporate Governance Vs Bad Corporate Governance: Pemenuhan
Kepentingan antara Para Pemegang Saham Mayoritas dan Pemegang Saham Minoritas. (Online), (http://lpks1.wima.ac.id/pphks/accurate/makalah/MOSS7.pdf, diakses pada tanggal 23 Desember 2010).
Deni Darmawati. 2006. Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan Faktor Regulasi terhadap Kualitas
Implementasi Corporate Governance. Makalah disajikan pada Simposium
Nasional Akuntansi IX, Padang 23-26 Agustus 2006.
G. Suprayitno, et all. 2004. Komitmen Menegakkan Good Corporate Governance: Praktik Terbaik
Penerapan GCG Perusahaan di Indonesia. Jakarta: The Institute for Corporate
Governance (IICG).
Herwidayatmo. 2000. Implementasi Good Corporate Governance Untuk Perusahaan Publik
Indonesia. (Online), (http://www.imfeui.com/uploads/
file110-XXIX-Oktober-2000.PDF, diakses pada tanggal 15 Juli 2010).
Komite Nasional Kebijakan Governance. 2004. Pedoman Good Corporate Governance Perbankan
Indonesia. (Online), (http://www.governance-indonesia.com/component/option.com, diakses pada tanggal 13 Desember 2010).
Krisna Wijaya. 2002. Reformasi Perbankan Nasional. Jakarta: Harian Kompas.
Leo J. Susilo dan Karlen Simarmata. 2007. Good Corporate Governance pada Bank:
Tanggung Jawab Direksi dan Komisaris dalam Melaksanakannya. Jakarta: PT
Hikayat Dunia.
Muchammad Ghufron. 2008. 69,3% Bank Tak Patuhi GCG. (Online), (http://www.jurnalnasional.com/?med=koran%20Harian&sec=Sembilan&rbrk=&id=37886&posdate=2008-02-28&detail=Sembilan, diakses pada tanggal 10 Desember 2010).
Muh. Arief Effendi. 2005. Peranan Etika Bisnis dan Moralitas Agama dalam Implementasi GCG. (Online),(http://www.muhariefeffendi.wordpress.com, diakses pada tanggal 12 Desember 2010).
Riduwan. 2005. Skala
Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Riduwan. 2007. Metode
Penelitian untuk Tesis. Bandung: Alfabeta.
Rofikoh Rokhim. 2006. Mengapa GCG bagi Bank Begitu Penting? (Online), (http://klipingonline.blogdrive.com/archive/56.html, diakses pada tanggal 07 November 2010).
Sri Sulistyanto dan Haris Wibisono. 2003. Good Corporate Governance: Berhasilkah Diterapkan di Indonesia? (Online)
(http://re-searchengines.com/hsulistyanto3.html, diakses pada tanggal 14 Desember 2010).
Sutan Remy Sjahdeini. 1999. Pengembangan Fungsi Pengawasan Menuju Good Corporate Governance pada
Milenium baru. Makalah disajikan pada Seminar yang diselenggarakan Yayasan
Pendidikan Internal Auditor (YPAI), Graha Sucofindo, Jakarta pada Tanggal 29
September 1999, tidak diterbitkan.
Wilson Arafat. 2008. How to Implement GCG Effectively. Jakarta: Skyrocketing Publisher.
Tidak ada komentar
Posting Komentar