Sabtu, 22 Pebruari 2014
Masalah Investasi di Indonesia Versi EuroCham
Kamar Dagang dan Industri Eropa singgung kebijakan DNI yang belum rampung.
Kamar Dagang dan Industri Eropa di Indonesia (EuroCham) merilis lembar
posisi tahunan khusus 2013. Laporan ini memuat sejumlah kritik dan
rekomendasi terhadap perekonomian Indonesia.
“Rekomendasi-rekomendasi di dalam lembar posisi ini merupakan perspektif dunia usaha Eropa tentang isu-isu yang mempengaruhi iklim perdagangan dan investasi di Indonesia,” kata Jakob Friis Sorensen, Chairman EuroCham Indonesia saat peluncuran Lembar Posisi EuroCham dimaksud di Jakarta, Kamis (20/2).
Jakob mengatakan EuroCham merekomendasikan penyederhanaan regulasi Indonesia melalui penguatan koordinasi antarkementerian. Jakob juga menyoroti meningkatkan kebutuhan berkonsultasi antar para pemangku kepentingan, termasuk dengan investor asing, dalam proses pembuatan kebijakan. Konsultasi dinilai dapat meningkatkan transparansi, meyakinkan investor, dan menghindari ketidakpastian hukum serta dampak-dampak yang merugikan lainnya.
EuroCham menyoroti kebijakan investasi, termasuk Daftar Negatif Investasi (DNI). Jakob menjelaskan, perhatian EuroCham tertuju pada keterlambatan serta ketidakpastian revisi DNI. Hingga kini revisi negative list itu belum rampung meski sudah dibahas beberapa kali rapar koordinasi perekonomian. Ketidakjelasan kebijakan DNI, lanjut Jakob, menciptakan kekhawatiran dan ketidakpastian terhadap calon investor.
EuroCham merekomendasikan, penerbitan revisi DNI akan memberi kepastian lebih untuk berinvestasi serta memberi keyakinan bagi para penanam modal. Bahkan, diharapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebaiknya mengumumkan posisi resminya atas status usaha yang tidakntercakup dalam DNI. “Apakah usaha demikian terbuka sepenuhnya untuk penanaman modal asing atau tunduk pada aturan tertulis selanjutnya dari BKPM,” jelas Jakob.
Menyoal penghapusan ketentuan mengenai status penanaman modal asing dalam perseroan terbuka, yang dihapus dalam peraturan BKPM yakni Peraturan Kepala BKPM No 5/2013, menyebabkan ketidakpastian apakah DNI berlaku terhadap perseroan-perseroan terbuka atau tidak.
Dari persoalan tersebut, EuroCham merekomendasikan agar BKPM dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebaiknya menerbitkan sebuah peraturan untuk mengklarifikasi defenisi portofolio investasi di mana DNI tidak berlaku. Misalnya, apakah suatu portofolio investasi berarti suatu investasi dalam sebuah perseroan terbuka.
Tanpa adanya definisi yang jelas, BKPM atau OJK seharusnya menetapkan sebuah mekanisme resmi untuk mngkonfirmasi apakah sebuah investasi dapat diklasifikasikan sebagai sebuah portofolio investasi atas dasar kasus per kasus.
Selanjutnya, Jakob menjelaskan soal proses aplikasi investasi di BKPM. Masalah utamanya terdapat pada soal komitmen BKPM untuk mengeluarkan persetujuan investasi baru dalam waktu dua hari kerja sejak pengajuan aplikasi yang lengkap. Dalam praktiknya, Jakob menilai kerangka waktu tersebut sulit untuk dicapai. Bahkan, memakan waktu 1-2 minggu. Oleh karena itu tidak ada perbaikan yang signifikan dalam kerangka waktu untuk memulai suatu usaha di Indonesia.
Rekomendasi dari EuroCham, BKPM seharusnya memantau dengan dekat kerangka waktu bagi penerbitan persetujuan. Melalui sistem penelusuran aplikasi online yang telah dipakai oleh BKPM, Jakob menilai seharusnya mampu memperpendek erangka waktu aplikasi jika digunakan secara efektif.
Terkait regulasi, Jakob mengungkapkan masih banyaknya kebijakan yang tidak dipublikasikan atau tidak tertulis yang masih digunakan untuk mengevaluasi aplikasi investasi. Untuk itu, BPKM diharapkan lebih transparan, mempublikasikan kebijakan dan garis-garis petunjuk internalnya yang tidak tertulis agar mudah diakses para pemodal. “Selain itu, penerbitan peraturan lainnya juga kerap kurang koordinasi antar lembaga pemerintah,” ungkapnya.
Jakob juga menyinggung fasilitas keringanan pajak. Berdasarkan praktik saat ini, meskipun peraturan-peraturan mensyaratkan hanya sebuah rekomendasi dari BKPM sebelum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan persetujuan fasilitas keringanan pajak, DJP masih mensyaratkan agar kementerian teknis. “Misalnya, Kementerian Perindustrian, untuk menerbitkan rekomendasi lain guna mengkonfirmasi kriteria unutk keringanan pajak tersebut,” imbuhnya.
EuroCham merekomendasikan agar BKPM dan DJP dapat menetapkan kriteria nagi sebuah fasilitas keringanan pajak, terutama untuk mengantisipasi perubahan peraturan yang mengatur fasilitas keringanan pajak di masa mendatang. Kriteria demikian harus jelas serta dapat dilaksanakan.
Selain itu, BKPM dan DJP diharapkan membentuk sebuah “gugus tugas” untuk mengevaluasi aplikasi fasilitas keringanan pajak sehingga penanam modal tidak perlu menupayakan rekomendasi tembahan. Penyusunan melalui gugus tugas bisa mempermudah dan memperpendek kerangka waktu proses aplikasi. “Permasalahan lain terletak pada persyaratan divestasi dan pemerintah daerah yang terkadang mengeluarkan peraturan yang mungkin bertentangan dengan semangat UU Penanaman Modal,” kata Jakob.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Kerjasama Dunia Usaha Internasional BKPM Guyub Sagotrah Wiroso mengaku tak dapat berkomentar banyak terkait masalah-masalah yang diungkapkan oleh pihak EuroCham. Pasalnya, lembar posisi 2013 terkait investasi tersebut perlu diserahkan kepada Kepala BKPM terlebih dahulu.
“Belum bisa komentar banyak soal hal itu, soalnya lembar posisi ini masih harus diserahkan dan dilaporkan terlebih dahulu,” pungkasnya.
“Rekomendasi-rekomendasi di dalam lembar posisi ini merupakan perspektif dunia usaha Eropa tentang isu-isu yang mempengaruhi iklim perdagangan dan investasi di Indonesia,” kata Jakob Friis Sorensen, Chairman EuroCham Indonesia saat peluncuran Lembar Posisi EuroCham dimaksud di Jakarta, Kamis (20/2).
Jakob mengatakan EuroCham merekomendasikan penyederhanaan regulasi Indonesia melalui penguatan koordinasi antarkementerian. Jakob juga menyoroti meningkatkan kebutuhan berkonsultasi antar para pemangku kepentingan, termasuk dengan investor asing, dalam proses pembuatan kebijakan. Konsultasi dinilai dapat meningkatkan transparansi, meyakinkan investor, dan menghindari ketidakpastian hukum serta dampak-dampak yang merugikan lainnya.
EuroCham menyoroti kebijakan investasi, termasuk Daftar Negatif Investasi (DNI). Jakob menjelaskan, perhatian EuroCham tertuju pada keterlambatan serta ketidakpastian revisi DNI. Hingga kini revisi negative list itu belum rampung meski sudah dibahas beberapa kali rapar koordinasi perekonomian. Ketidakjelasan kebijakan DNI, lanjut Jakob, menciptakan kekhawatiran dan ketidakpastian terhadap calon investor.
EuroCham merekomendasikan, penerbitan revisi DNI akan memberi kepastian lebih untuk berinvestasi serta memberi keyakinan bagi para penanam modal. Bahkan, diharapkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) sebaiknya mengumumkan posisi resminya atas status usaha yang tidakntercakup dalam DNI. “Apakah usaha demikian terbuka sepenuhnya untuk penanaman modal asing atau tunduk pada aturan tertulis selanjutnya dari BKPM,” jelas Jakob.
Menyoal penghapusan ketentuan mengenai status penanaman modal asing dalam perseroan terbuka, yang dihapus dalam peraturan BKPM yakni Peraturan Kepala BKPM No 5/2013, menyebabkan ketidakpastian apakah DNI berlaku terhadap perseroan-perseroan terbuka atau tidak.
Dari persoalan tersebut, EuroCham merekomendasikan agar BKPM dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebaiknya menerbitkan sebuah peraturan untuk mengklarifikasi defenisi portofolio investasi di mana DNI tidak berlaku. Misalnya, apakah suatu portofolio investasi berarti suatu investasi dalam sebuah perseroan terbuka.
Tanpa adanya definisi yang jelas, BKPM atau OJK seharusnya menetapkan sebuah mekanisme resmi untuk mngkonfirmasi apakah sebuah investasi dapat diklasifikasikan sebagai sebuah portofolio investasi atas dasar kasus per kasus.
Selanjutnya, Jakob menjelaskan soal proses aplikasi investasi di BKPM. Masalah utamanya terdapat pada soal komitmen BKPM untuk mengeluarkan persetujuan investasi baru dalam waktu dua hari kerja sejak pengajuan aplikasi yang lengkap. Dalam praktiknya, Jakob menilai kerangka waktu tersebut sulit untuk dicapai. Bahkan, memakan waktu 1-2 minggu. Oleh karena itu tidak ada perbaikan yang signifikan dalam kerangka waktu untuk memulai suatu usaha di Indonesia.
Rekomendasi dari EuroCham, BKPM seharusnya memantau dengan dekat kerangka waktu bagi penerbitan persetujuan. Melalui sistem penelusuran aplikasi online yang telah dipakai oleh BKPM, Jakob menilai seharusnya mampu memperpendek erangka waktu aplikasi jika digunakan secara efektif.
Terkait regulasi, Jakob mengungkapkan masih banyaknya kebijakan yang tidak dipublikasikan atau tidak tertulis yang masih digunakan untuk mengevaluasi aplikasi investasi. Untuk itu, BPKM diharapkan lebih transparan, mempublikasikan kebijakan dan garis-garis petunjuk internalnya yang tidak tertulis agar mudah diakses para pemodal. “Selain itu, penerbitan peraturan lainnya juga kerap kurang koordinasi antar lembaga pemerintah,” ungkapnya.
Jakob juga menyinggung fasilitas keringanan pajak. Berdasarkan praktik saat ini, meskipun peraturan-peraturan mensyaratkan hanya sebuah rekomendasi dari BKPM sebelum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan persetujuan fasilitas keringanan pajak, DJP masih mensyaratkan agar kementerian teknis. “Misalnya, Kementerian Perindustrian, untuk menerbitkan rekomendasi lain guna mengkonfirmasi kriteria unutk keringanan pajak tersebut,” imbuhnya.
EuroCham merekomendasikan agar BKPM dan DJP dapat menetapkan kriteria nagi sebuah fasilitas keringanan pajak, terutama untuk mengantisipasi perubahan peraturan yang mengatur fasilitas keringanan pajak di masa mendatang. Kriteria demikian harus jelas serta dapat dilaksanakan.
Selain itu, BKPM dan DJP diharapkan membentuk sebuah “gugus tugas” untuk mengevaluasi aplikasi fasilitas keringanan pajak sehingga penanam modal tidak perlu menupayakan rekomendasi tembahan. Penyusunan melalui gugus tugas bisa mempermudah dan memperpendek kerangka waktu proses aplikasi. “Permasalahan lain terletak pada persyaratan divestasi dan pemerintah daerah yang terkadang mengeluarkan peraturan yang mungkin bertentangan dengan semangat UU Penanaman Modal,” kata Jakob.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Kerjasama Dunia Usaha Internasional BKPM Guyub Sagotrah Wiroso mengaku tak dapat berkomentar banyak terkait masalah-masalah yang diungkapkan oleh pihak EuroCham. Pasalnya, lembar posisi 2013 terkait investasi tersebut perlu diserahkan kepada Kepala BKPM terlebih dahulu.
“Belum bisa komentar banyak soal hal itu, soalnya lembar posisi ini masih harus diserahkan dan dilaporkan terlebih dahulu,” pungkasnya.